Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

YLKI dkk Minta Peraturan Rokok Elektrik/Vape Harus Ber-SNI Dicabut

  Jakarta -Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dkk meminta agar peraturan yang mengatur agar vape ber-SNI untuk dicabut. Sebab, peraturan ini menyesatkan publik karena yang harus diatur adalah memperketat peredaran tembakau dan turunannya, bukan meng-SNI-kan.

"Pembuatan SNI produk hasil tembakau dengan alasan untuk melindungi konsumen adalah sesat pikir dan merupakan langkah yang keliru. Pembuatan SNI tersebut adalah antiregulasi karena bertentangan dengan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan PP 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan serta UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam siaran persnya, Jumat (10/9/2021).

Selain YLKI, ikut membuat sikap dari Komnas Pengendalian Tembakau, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Yayasan Lentera Anak, dan Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA).

"Instrumen untuk melindungi konsumen bukanlah dibuatnya SNI, melainkan dibuatnya aturan yang lebih komprehensif terkait konsumsi produk tembakau serta peredarannya. Pembuatan SNI tentang produk hasil tembakau juga merupakan suatu tanda keberpihakan pemangku kebijakan terhadap industri produk berbahaya serta indikasi pelemahan instrumen untuk melindungi konsumen yang sesungguhnya, yaitu PP 109 Tahun 2012," ujar Tulus.

Produk tembakau, baik rokok konvensional maupun rokok jenis baru, merupakan suatu komoditas yang legal terbatas namun tidak normal. Dalam Undang-Undang No 39 Tahun 2007 tentang cukai Pasal 2 ayat 1 menyebutkan barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik: konsumsinya perlu dikendalikan; peredarannya perlu diawasi; pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan. Oleh karena itu, proses produksi hingga konsumsinya perlu diatur secara ketat oleh pemerintah dan dilakukan pengawasan.

   

Sementara itu, Ketua Umum PDPI Agus Dwi Susanto menyampaikan rokok elektronik sama berbahayanya dengan rokok biasa.

"Tidak ada yang namanya less harmful pada produk tembakau dalam bentuk apa pun. Kandungan zat kimia karsinogenik di semua produk tembakau, meski dipanaskan, akan merusak paru-paru. Apalagi nikotinnya mendorong konsumsi terus-menerus. Ditambah status ber-SNI yang tidak melibatkan pakar kesehatan, sama saja ingin masyarakat menambah beban penyakit," kata Agus.

Sementara itu, Program Manager Lentera Anak, Nahla Jovial Nisa, menyatakan peraturan SNI itu malah bisa menjerumuskan anak Indonesia. Nahla mempertanyakan keberpihakan pemerintah kepada industri yang mengalahkan perlindungan anak.

"Pemerintah seperti dibutakan dengan industri tembakau yang kini beralih ke produk baru demi menarget pelanggan baru mereka. Kami sangat menentang produk SNI ini karena kecenderungan peningkatan yang sangat tinggi pada perokok usia anak pada produk rokok elektronik. Bagaimana mereka juga telah disembur oleh iklan rokok elektronik membuat anak-anak menjadi objek bagi industri dalam memasarkan produknya," jelas Nahla.

Mendukung pernyataan di atas, Ari Soebagio dari SAPTA memberikan rekomendasi dari perspektif hukum agar BSN melihat kembali marwah produk ini sebagai produk yang berbahaya bagi kesehatan dan menengok kembali semua peraturan yang menyinggungnya. Dalam hal ini, Kemenkes dan BPOM sebagai induk organisasi kesehatan di Indonesia juga harus bertindak dan bersuara demi melindungi kesehatan masyarakat Indonesia.

"Kami setuju agar SNI ini dicabut," ujar Ari.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya,, Direktorat Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah merumuskan SNI 8946:2021 Produk Tembakau yang Dipanaskan dengan alasan untuk melindungi konsumen.

"Jika tidak ada standar, maka tidak akan terkendali bahan apa yang dimasukkan ke dalam produk tersebut. Bahkan bisa jadi produk yang dilarang pun jadi sulit untuk dikendalikan," kata Direktur Pengembangan Standar Agro, Kimia, Kesehatan, dan Halal, Badan Standardisasi Nasional (BSN) Wahyu Purbowasito.

SUMBER : DETIK.COM DENGAN JUDUL SAMA

 

 

Post a Comment

0 Comments